Varietas ini memiliki keunggulan antara lain hasil biji
rata-rata tinggi yaitu 1,70 t/ha, memiliki potensi hasil mencapai 2,51 t/ha
pada kondisi cekaman kemasaman tanah, serta mempunyai ukuran biji 12,88 g/100
biji.
Kedelai Demas 1 juga tahan terhadap penggerek polong Etiella
zinckenella, tahan terhadap penyakit karat daun Phakopsora pachyrhizi, agak
tahan terhadap pengisap polong Riptortus linearis, serta memiliki kandungan
protein biji mencapai 36,07%.
Kedelai adaptif lahan kering masam memiliki peluang
strategis karena alih fungsi lahan subur berdampak pada pengembangan kedelai ke
arah lahan suboptimal seperti lahan kering masam. Penyebaran terluas lahan
kering masam adalah di Sumatera, Kalimantan dan Papua.Penurunan luas panen
kedelai banyak terjadi di Pulau Jawa karena adanya alih fungsi lahan pertanian
menjadi non pertanian. Oleh karena itu, perlu upaya perluasan areal tanam di
luar Jawa. Namun, lahan di luar Jawa biasanya merupakan lahan suboptimal, salah
satunya adalah lahan kering masam yang luasnya mencapai 102.817.113 ha.
Pengembangan kedelai pada lahan kering masam menghadapi masalah diantaranya
adalah keracunan unsur hara mikro dan defisiensi unsur hara makro.
Kedelai Vaietas Demas 1 |
Keracunan unsur hara mikro antara lain Al dan Mn, defisiensi
unsur hara makro N, P, K, Ca, Mg dan Mo, dan pengaruh buruk ion H+, serta
rendahnya populasi mikro organisme menguntungkan seperti Rhizobium dan
Mikoriza, mengakibatkan kerusakan organ dan perubahan proses fisiologis
tanaman. Kerusakan organ terutama akar, tidak hanya menyebabkan terganggunya
proses pengambilan nutrisi, tetapi juga dapat menyebabkan kematian tanaman.
Defisiensi unsur makro menyebabkan penurunan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Kedua faktor tersebut menyebabkan rendahnya produktifitas kedelai pada
lahan kering masam. Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan
perbaikan kondisi lahan, atau dengan penyediaan varietas toleran.
Demas 1 merupakan varietas unggul kedelai adaptif lahan
kering masam yang dilepas tahun 2014 dengan Keputusan Menteri Pertanian RI No.
1176/Kpts/SR.120/11/2014. Demas 1 berasal dari persilangan antara Mansuria x
SJ-5 dengan galur SC5P2P3.5.4.1-5. Varietas ini memiliki keunggulan
dibandingkan varietas Tanggamus (varietas unggul adaptif lahan kering masam)
dan varietas Wilis (memiliki daya adaptasi luas). Keunggulan Demas 1 adalah
hasil biji rata-rata tinggi yaitu 1,70 t/ha, lebih tinggi daripada Wilis (1,41 t/ha)
dan Tanggamus (1,45 t/ha). Potensi hasil mencapai 2,51 t/ha pada kondisi
cekaman kemasaman tanah, lebih tinggi daripada Tanggamus (1,95 t/ha). Ukuran
biji 12,88 g/100 biji lebih besar dibandingkan varietas Wilis dan Tanggamus.
Varietas ini tahan terhadap penggerek polong Etiella zinckenella, tahan
terhadap penyakit karat daun Phakopsora pachyrhizi, agak tahan terhadap
pengisap polong Riptortus linearis, serta memiliki kandungan protein biji
mencapai 36,07%, lebih tinggi daripada Wilis (34,93%) dan Tanggamus (35,98%).
Varietas Demas 1 memiliki tipe tumbuh determinit, tinggi tanaman sekitar 66,30
cm, dan umur masak sekitar 84 hari.
Kedelai adaptif lahan kering masam memiliki peluang
strategis karena alih fungsi lahan subur berdampak pada pengembangan kedelai ke
arah lahan suboptimal seperti lahan kering masam. Penyebaran terluas lahan
kering masam adalah di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Pengembangan Demas 1 di
ketiga pulau tersebut akan lebih mudah dicapai karena telah dilakukan pengujian
adaptasi di pulau-pulau tersebut. Uji adaptasi dilakukan pada sentra produksi
kedelai dengan beragam karakteristik lingkungan kemasaman tanah pada pH
4,5−5,8. Varietas Demas 1 dapat dibudidayakan pada lahan kering masam dengan pH
≥4,5 tanpa penambahan bahan peningkat pH tanah. Pada keragaman lingkungan
tersebut, varietas ini mampu memberikan hasil biji yang optimal.
Dalam budidaya kedelai di lahan kering masam, perlu
diperhatikan saat tanam karena berhubungan dengan ketersediaan air. Oleh karena
itu, penanaman dapat dilakukan mulai pertengahan bulan November, namun demikian
saat tanam yang paling optimal adalah pada bulan Februari, karena pada bulan
tersebut curah hujan masih tinggi dan berangsur-angsur berkurang sampai bulan
April. Dengan penanaman pada bulan Februari diharapkan saat panen sudah mulai
memasuki musim kemarau, sehingga prosesing hasil biji tidak terganggu oleh
curah hujan yang tinggi. (Balitbangtan)