MediaTani.com - Maraknya alih fungsi lahan
pertanian di Indonesia hingga saat ini masih cukup mengkhawatirkan.
Berkurangnya lahan pertanian akibat alih fungsi ini berpotensi menghambat
peningkatan produksi tanaman pangan yang tengah digenjot pemerintah.
Menteri Pertanian, Amran Sulaiman
mengakui, Kementerian Pertanian cukup sulit untuk menghentikan proses alih
fungsi lahan yang dimiliki oleh petani atau pemilik lahan. Bahkan dia menyebut
mustahil untuk menghentikan hal ini.
"Mustahil menghentikan alih
fungsi lahan. Karena (sama) mustahil menyetop orang untuk melahirkan, jangan
melahirkan. Tidak bisa dihentikan, yang ada dikurangi atau dikendalikan,"
ujarnya di Klaten, Jawa Tengah, seperti ditulis Rabu (29/7/2015).
Kendatipun demikian, Amran
menyatakan bahwa dirinya telah berkomunikasi dengan para kepala daerah guna menekan
laju alih fungsi lahan ini. Pasalnya, kepala daerah yang tahu secara detail
proses dan luas lahan yang mengalami alih fungsi. "Kami sudah bicara pada
bupati dan gubernur," lanjut dia.
Selain itu, dia berjanji akan
segera membuat regulasi untuk mengatasi hal ini. Dengan demikian diharapkan
bisa mengurangi tingkat alih lahan pertanian. "Pengurangan lahan memang
alih fungsi lahan jadi perhatian. Ke depan kita akan buat regulasi tebaik untuk
menanggulangi hal ini," tandasnya.
Sebelumnya, secara terpisah Asisten
Deputi Bidang Infrastruktur Sumberdaya Air dan Pengembangan Lingkungan
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Purba Robert M Sianipar
menyebutkan, pertumbuhan penduduk di Indonesia ternyata tidak diimbangi dengan
pemenuhan kebutuhan air. Alhasil, negara ini pun terancam krisis air.
"Perkembangan itu (penduduk)
tidak sebanding penyediaan bahkan melebihi potensi sumber daya air yang ada ini
menyebabkan defisit air," katanya.
Purba mengungkapkan, melimpahnya
sumber air yang dimiliki Indonesia semakin tergerus konversi lahan yang beralih
fungsi menjadi pemukiman, sehingga melemahkan ketahanan air dan berpotensi
krisis. "Dari hutan berubah menjadi lahan pertanian, dan dari lahan
pertanian berubah menjadi pemukiman, industri dan perkotaan," tuturnya.
Menurut Purba, untuk
menghindari krisis air, perlu dilakukan
perbaikan pengelolaan sumber daya air yang lebih efektif. "Melihat fakta
ini dikhawatirkan pemenuhan air dengan baik semakin jauh jangkaun, karena itu
perlu pengelolaan sumber daya air yang lebih efektif," ungkap Pruba.
Berdasarkan data Kementerian
Lingkungan Hidup, tahun depan diproyeksikan empat pulau akan mengalami defisit
air. Pulau Jawa akan mengalami defisit air sebesar 134.103 juta meter kubik,
Sulawesi 42.518 juta meter kubik, Bali 27.652 juta meter kubik, dan NTT sebesar
4.546 juta meter kubik.
Sementara lima pulau akan
mengalami surplus air yakni Papua 349.279 juta meter kubik, Kalimantan 116.912
juta meter kubik, Sumatera 61.494 juta meter kubik, Maluku 14.882 juta meter
kubik, NTB sebesar 989 juta meter kubik. (Dny/Gdn)