PENGUMUMAN

Website ini telah pindah alamat ke mediatani.co

Potensi Pertanian Indonesia Dihadang Berbagai Kendala

Rabu, Maret 18, 2015
MediaTani -Sektor pertanian Indonesia menghadapi sejumlah kendala. Pengembangan potensi sektor pertanian dan lahan pertanian sebagai upaya mewujudkan swasembada pangan pun akan terhambat. Sontak tak ada perubahan yang signifikan sejak kebangkitan sektor pertanian pertama pada era pemerintahan Orde Baru.

Kendala tersebut akan bermunculan jika pembangunan pertanian Indonesia tidak bersinergi dengan sektor lainnya seperti perikanan dan kehutanan. Hal tersebut membuat Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana Prof Dr Wayan Windia angkat bicara.

"Kendala itu antara lain dokumen Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (PRPPK) tidak tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengikat, seperti dalam bentuk peraturan pemerintah atau Perpres," Tutur Prof Wayan, Senin (16/3).

Prof Wayan windia mengungkapkan bahwa PRPPK juga tidak tercantum dalam dokumen politik, seperti misalnya dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2005-2009.

Jika memang demikian maka konsep PRPPK menjadi serba tanggung, yakni tidak bisa dijabarkan secara teknis-operasional di daerah dan juga oleh kementerian terkait, padahal pembelanjaan uang negara, harus ada dasar hukum yang kuat.

Prof. Wayan Windia yang juga mantan anggota DPR RI menilai, faktor PRPPK sangat penting dan strategis, jauh lebih penting dibandingkan dengan berbagai teori pembangunan yang akan dilaksanakan dalam kebijakan PRPPK tersebut.

Hal tersebut penting disadari, mengingat kebangkitan sektor pertanian pertama dianggap terjadi pada Era Orde Baru, karena betul-betul mendapatkan perhatian yang sungguh- sungguh, dan puncaknya tercapai pada tahun 1984, tatkala Indonesia dikenal sebagai pengekspor beras.

Di sisi lain sekitar 15 tahun sebelumnya, sektor pertanian di Indonesia sangat terpuruk, dan Indonesia dikenal sebagai pengimpor beras terbesar di dunia.

Kebangkitan sektor pertanian yang kedua dianggap terjadi pada tahun 2005. Tatkala ketika itu (tgl. 11 Juni 2005), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mendeklarasikan apa yang disebut sebagai Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (PRPPK).

"Namun, apa yang terjadi, tidak seperti yang diharapkan, seperti halnya yang terjadi pada Era Orde Baru. Banyak para ahli yang beranggapan bahwa program menuju kebangkitan sektor pertanian yang kedua, adalah gagal akibat berbagai kendala," ujar Windia.

Demikian pula kendala fungsional, bahwa pelaksanaan PRPPK terkesan sangat sektoral, karena sektor tersebut hanya diurus oleh sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan saja.

Tidak semua sektor dapat berfungsi dan digerakkan untuk meng-goalkan pelaksanaan PRPPK itu. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan pembangunan pertanian harus didukung oleh semua sektor.

Hal itu penting karena pengalaman sebelumnya pada Era Orde Baru, semua sektor mendukung program pembangunan pertanian pada saat itu, termasuk rakyat dan petani, birokrasi (pemkab) dan para ilmuwan.

"Para ilmuwan terus mengadakan riset untuk menghasilkan teknologi tepat guna menunjang program pertanian, pada tahap awal, diharapkan sekitar 0,1 persen dari produk domestik bruto (PDB) dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan," jelasnya.

Upaya itu lanjut dia, pada hakekatnya kebijakan pemerintah dalam pembangunan pertanian untuk mencapai stabilisasi, efisiensi, dan pemerataan. Namun, ketiga komponen itu sering mengalami trade-off. "Itu artinya untuk mencapai tujuan yang satu, maka kita harus mengorbankan tujuan yang lainnya," ujar Prof Windia (ant/tq)