Drone siap lepas landas (Foto: Arlie Felton-Taylor) |
UAV atau ‘drone’ merupakan subjek percobaan 18 bulan di Queensland selatan, dengan penerbangan terakhir digelar pada pekan ini.
Uji coba ini didanai melalui hibah Pemerintah Australia senilai 50.000 dolar (atau sekitar Rp 500 juta) dan dijalankan oleh lembaga ‘Landcare’ dan Asosiasi ‘Controlled Traffic Farming’ di Australia.
Uji coba menggunakan gambar tanaman untuk mengidentifikasi gangguan nutrisi, penyakit pada tanaman dan kehadiran gulma atau hama di lahan.
Pilot drone,Rob Gilmore- yang memiliki perusahaan drone- mengatakan, setelah drone lepas landas, ia sepenuhnya otomatis dan telah deprogram sebelumnya.
"Ia akan masuk dalam sekuen terbang di mana ia akan naik sekitar 380 kaki dari atas tanah dan trek untuk titik timbang pertama dalam rangkaian jaringan, sedikit seperti pola pencarian dan penyelamatan," jelasnya.
Ia mengemukakan, "Setelah mencapai posisi yang ditentukan, drone masuk ke jaringan itu dan autopilot memicu kamera pada titik-titik yang telah ditentukan, untuk memastikan foto-foto yang akan diambil."
Rob mengutarakan bahwa drone menyelaraskan gambar dengan menggunakan 'geotag', yang memungkinkan mereka untuk merangkai gambar bersama-sama.
Ia mengatakan, mereka mampu melihat medan dan kesehatan tanaman.
"Pada penerbangan hari ini, kami melihat apa yang kami sebut satu sentimeter per pixel, jadi jika Anda membidik satu pixel tepat pada gambar, Anda akan disajikan dengan gambar satu sentimeter di atas tanah,” kemukanya.
Ia menyambung, "Letak di mana ia efektif secara biaya adalah di areal kecil seperti hari ini, 80 hektar hortikultura, dan juga dalam aplikasi di mana ketepatan waktu sangat penting."
Rob mengatakan, drone yang ia gunakan bernilai sekitar 35.000 dolar (atau sekitar Rp 350 juta) tapi harganya bervariasi dan biaya tak termasuk kamera.
Ia menyebut, biaya operasional berkisar antara 30-50 dolar (atau sekitar Rp 300-500 ribu) per jam.
Rob berujar, sulit diketahui apakah drone akan menjadi mesin umum di lahan petani.
"Berdasarkan peraturan kami saat ini, itu akan menjadi operasi berbasis kontraktor melalui CASA, yang merupakan regulator penerbangan. Untuk menggunakannya demi kepentingan komersial, Anda harus memiliki persetujuan, yang saat ini prosesnya cukup panjang dan mahal,” jelasnya.
(rvk/rvk)