"Komitmen mereka pada sektor industri padat karya,
sektor pertanian khususnya, itu semakin melemah dalam 10 tahun terakhir. Tahun
2000, sebanyak 48 persen kredit bank lari ke sektor industri, pada tahun 2010
anjlok tinggal 18 persen," kata Erani di Jakarta kepada metrotv, Minggu
(22/3/2015).
Pertanian pun mengalami hal yang serupa, saat ini kredit
perbankan untuk sektor tersebut hanya berkisar lima hingga enam persen, atau
semakin jauh dari mandat awal yang bertujuan untuk membangun sektor riil.
Menurut guru besar Ilmu Ekonomi Kelembagaan Universitas Brawijaya itu, saat ini
sektor finansial hanya hidup untuk menghidupi sektor itu sendiri atau dengan
kata lain perputaran kredit terjadi dalam bidang tersebut.
"Itu kreditnya hanya diputar saja di situ. Sudah
menyumbang lima kali lipat lebih besar dari kredit untuk sektor riil
kita," pungkas Erani.
Dia berpendapat apabila perbankan tidak memiliki komitmen
atau memfungsikan lembaganya sebagai "pelumas" pertumbuhan sektor
pertanian, maka jangan harap bidang tersebut dapat berkembang di Indonesia.
Untuk itu, dia berharap sektor perbankan agar bisa menyadari bahwa industri dan
pertanian merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia, sehingga dapat membantu
pihak-pihak tersebut.
Sementara itu, peneliti dari Institut Pengembangan Ekonomi
dan Keuangan (Indef) Imaduddin Abdullah menyampaikan hal yang sama, yakni
sektor pertanian masih kurang mendapat perhatian dari pemerintah. "Selama
ini sektor pertanian seperti dianaktirikan. Padahal peranannya dalam PDB
(produk domestik bruto) sangatlah besar," kata dia.
Kontribusi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan
terhadap PDB mencapai 14 persen, sedangkan pada segi penyerapan tenaga kerja di
Indonesia mampu berkontribusi sebesar 35 persen. (WID/MetroTV/MT)