Seperti yang dilansir indopos, Orang nomor dua di kota ini
mendesak developer perumahan dan apartemen yang ada menyediakan ruang terbuka
hijau (RTH) untuk lahan pertanian dan perkebunan. Bahkan, dia pun meminta
instansi terkait memperketat perizinan kepada pengembang property yang tidak
dapat menyediakan lahan tersebut.
Wawalikota Depok, Idris Abdul Shomad |
“Mulai saat ini saya minta dinas terkait yang berhubungan
dengan perizinan memperketat pengurusan IMB ke developer. Karena pembangunan
perumahan dan apartemen lahan pertanian dan perkebunan di Depok hilang. Saya
akan terjun langsung memantau lokasi pembangunan perumahan yang pengurusan
izinnya sudah masuk ke dinas,” kata Idris usai melakukan panen raya belimbing
dewa bersama Kelompok Tani Belimbing, di Kecamatan Pancoran Mas, Sabtu (28/3).
Lebih lanjut, Idris menganggap penyusutan lahan pertanian
dan perkebunan di Depok yang dijadikan sebagai RTH disebabkan oleh kurang
awasnya dinas terkait dalam memberikan perizinan kepada developer property
Dimana penyusutan RTH itu telah mengalami penurunan sejak 2010, silam. Dan saat
ini jumlah RTH yang tersisa hanya 19 persen dari total luas wilayah Depok.
Artinya, 30 persen dari RTH yang ada itu telah beralih fungsi menjadi perumahan
dan apartemen serta pusat perbelanjaan.
“RTH yang tersisa pun sekarang ini gabungan RTH private dan
publik. Kalau RTH yang asli sudah beralih fungsi dan ini yang menyebabkan
pencemaran udara meningkat,” paparnya.
Idris menambahkan, demi menyelematkan RTH yang hilang, Pemkot Depok sedang menggodok aturan mengenai
lahan pertanian dan perkebunan masuk dalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2013 sampai 2030. Dalam aturan itu pihaknya
menempatkan 80 sampai 90 persen luasan dari perumahan dan apartemen serta pusat
perbelanjaan sebagai lahan pertanian atau perkebunan.
“Setiap developer harus mematuhi aturan membuat RTH, entah
itu kebun buah atau taman tetap harus ada. Target RTH yang harus ada untuk
tahun ini sekitar 4.000 hektar dari perumahan, apartemen dan pusat perbelanjaan
yang akan dibangun,” tambahnya.
Sementara itu, secara terpisah Ketua Asosiasi Petani
Belimbing Kota Depok, Nanang Yusuf menuturkan, pemanfaatan lahan sebagai
pemasukan untuk pendapatan asli daerah (PAD) di Depok bisa didapatkan dari
lahan pertanian, dan perkebunan. Salah satunya dari perkebunan belimbing dan
jambu merah.
Kendati demikian karena maraknya pembangunan fisik berupa
perumahan, apartemen, pusat perbelanjaan dan perkantoran oleh para pengembang
membuat lahan tersebut tergerus dan hilang. Itu pala yang membuat petani harus
kehilangan mata pencaharian dan mengurangi lapangan pekerjaan.
“Yang ada sekarang lahan perkebunan dan pertanian dapat
dihitung dengan tangan. Semua sudah berubah menjadi komplek perumahan,
apartemen dan bangunan lain. Makanya ini yang banyak dikhawatirkan para petani
kehilangan lahan untuk pembunanguanan fisik,” tuturnya.
Karena permasalahan itu, Nanang meminta Pemkot Depok
mengkaji kembali izin property yang ada. Hal itu untuk mempertahankan lahan
pertanian dan perkebunan yang masih tersisa. Menurutnya lahan belimbing saat
ini kalah dengan pembangunan yang digarap developer.
“Harus ada kebijakan yang mengharuskan setiap developer
menyediakan RTH. Kalau dibiarkan mana bisa lagi ada perkebunan dan pertanian
yang ada,” ungkapnya. (cok)