HamaTikus-Gambar: Liputan 6 News |
Hal tersebut dialami oleh para petani Desa Undaan Tengah, Kecamatan Undaan, Kudus, Jawa Tengah. Dalam musim tanam kedua (MT II) yang berlangsung sejak Februari hingga Maret 2015 misalnya. Meski belum merusak tanaman hingga parah, namun gerakan binatang pengerat tersebut sangat mengganggu dan mengkhawatirkan karena jumlahnya cukup banyak.
Tokoh petani asal Desa Undaan yang juga merupakan Ketua Federasi Perkumpulan Petani Pengguna Air (FP3A) Sistem Kedungombo, Kaspono mengatakan karena tikus-tikus tersebut sulit dibasmi maka petani pun mulai melakukan “operasi” pemberantasan, walau hasilnya belum maksimal.
“ribuan tikus mulai mengganggu tanaman sejak petani melakukan pembenihan pada MT II. Sebagian besar tikus- tikus itu kini masih bersembunyi dalam lubang dan beranak. Serangan hama tersebut akan semakin parah saat tanaman mulai keluar bulir padi” Tutur Kaspono (2/3/2015)
Kaspono menerangkan dalam operasi tersebut dikeluarkan biaya yang cukup tinggi. Petani yang menangkap tikus diberikan kompensasi, satu ekor tikus dihargai Rp 400 hingga Rp 2 ribu. Tergantung tingkat kesulitan saat proses peburuan dan penangkapan.
“Selama bulan Februari, kami telah menghabiskan dana sekitar Rp 20 juta. Tahun- tahun sebelumnya, rata- rata biaya yang kami keluarkan untuk perburuan tikus mencapai 100 juta, bahkan lebih,” ungkap Kaspono.
Dia mengaku, pemberantasan hewan pengerat tersebut saat ini baru mencakup sekitar 150 hektare hingga 200 hektare areal tanaman padi di Desa Undaan Tengah, yang memiliki total lahan pertanian seluas 560 hektar.
“Perburuan yang kami lakukan baru sepertiga lahan yang ada. Tentu hasilnya belum maksimal, karena dilakukan tidak serempak. Tikus selalu ada karena kawasan lain tidak dilakukan pemberantasan,” terangnya