Ilustrasi Sawah mengalami Kekeringan [Gambar: reportasepantura.com] |
“Sebenarnya, tanah di sini itu sangat subur. Namun, kami hanya bisa menanam padi dua kali dalam setahun. Sisanya kami menanam jagung jika sudah memasuki musim kemarau,” kata Suyanto, 40, warga Dusun Brojol, Desa Brojol, Sabtu (6/6/2015).
Suyanto menerangkan, para petani di Desa Brojol sudah terbiasa gagal panen karena faktor kekeringan. Para petani juga kerap memanen padi lebih dini lantaran batang tanaman sudah kering duluan. Padahal, biji padi belum saatnya untuk dipanen.
“Para petani di sini menyebutkanya dengan istilah gabuk. Isi gabah tidak penuh karena belum saatnya dipanen. Tapi kalau tidak lekas dipanen, tanaman padi keburu kering dan mati. Padahal kalau digiling, beras itu akan mudah patah-patah. Kalau sudah seperti itu, harganya juga turun,” jelas Suyanto.
Begitupun dengan yang dikeluhkan pardi (35), petani asal Saradan. Dirinya menerangkan bahwa, susutnya air di waduk brambang sangat mengkhawatirkan apalagi kondisi tanaman padi miliknya tengah mulai berbuah.
“Sekarang biji tanaman padi sudah keluar. Pada akhir Juni hingga awal Juli nanti, kemungkinan tanaman padi sudah bisa dipanen. Tapi, tidak adanya pasokan air membuat kami waswas,” terang Pardi, petani asal Saradan seperti dikutip solopos.com.
Hasil penelusuran mediatani.com menemukan sebagian petani bahkan memanfaatkan surutnya waduk brambang untuk ditanami tanaman jagung dan sayur-sayuran seperti sawi, kangkung dan kacang tanah. (DRM)