Zumi Zola, Bupati Tanjung Jabung Timur |
Zumi zola pun memiliki program andalan berupa gerakan serentak menanam pohon. Jangan bayangkan pohon-pohon untuk penghijauan. Namun, gerakan itu berupa dorongan agar masyarakat Tanjung Jabung Timur mengubah mindset mereka untuk berani menanam tanaman pertanian. Langkah tersebut terbilang berani, mengingat lahan di kabupaten dengan ibu kota Muara Sabak itu berupa gambut dengan air asam. Lahan pertanian yang bagi sebagian masyarakat dinilai tidak mudah untuk diolah.
”Petani susah karena merasa susah. Namun, kesulitan itu artinya bukan tidak mungkin,” kata Zumi seperti dilansir Jawa Pos Selasa lalu (7/4) saat diwawancarai di kediamannya, Perumahan Puri Mayang, Kota Baru, Kecamatan Jambi,
Bapak satu anak itu tidak gentar dengan keluhan para petani saat kali pertama menggulirkan program tersebut. Pada tahap awal, dia menantang petani untuk menanam cabai. Alasannya satu, saat sedang krisis cabai, harga hasil pertanian itu bisa melambung tinggi.
”Saat itu mereka benar-benar menolak. Tetapi, saya bersikeras. Saya katakan, kita coba. Kalau nanti gagal, semua modal yang sudah dikeluarkan akan kami ganti,” jelas suami Sherrin Tharia yang tahun ini mencalonkan diri sebagai gubernur Jambi tersebut.
Janji Zumi pun disambut salah satu kelompok petani. Mereka menjajal satu hektare lahan untuk ditanami cabai. Lahan pertanian itu tidak hanya diawasi petani, namun juga penyuluh pertanian.
Pria lulusan IPB dengan predikat cum laude ini mengatakan para petani menghabiskan modal sekitar Rp 50 juta untuk mewujudkan sehektare tanaman cabai.
”Saya juga terus memantau. Kalau gagal, sayang juga kanuang Rp 50 juta,” katanya, lantas tertawa. Namun, kekhawatiran kegagalan ternyata tidak terbukti. Dalam tiga bulan, mereka panen besar. Kebetulan, saat itu harga cabai sedang melambung. ”
Modal Rp 50 juta itu berubah menjadi omzet Rp 350 juta,” sambungnya. Dengan kesuksesan tersebut, pemerintahannya percaya diri untuk mengalokasikan anggaran demi mengembangkan pertanian cabai seluas 103,5 hektare.
Selain tanaman cabai, program pertanian yang mengalami peningkatan panen adalah program Gerakan Serentak Tanam Padi Dua Kali Setahun (Gertak Tanpa Dusta). Hasil program tersebut sangat menggembirakan. Salah satu yang berhasil adalah Kelompok Tani Jaya Dusun Indah RT 3, Desa Kuala Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Dari hasil panen di areal 1,5 hektare pada pekan lalu, didapatkan angka 7,04 ton per hektare. ’’Ini merupakan hasil panen tertinggi jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,” ungkapnya.
Zumi mengakui, semua itu memang tidak mudah. Butuh kerja keras dan dukungan dari pemerintah. Saat ini Tanjung Jabung Timur ditetapkan sebagai salah satu lumbung pertanian nasional. Untuk itu, pemerintahannya mengalokasikan sekitar 22 ribu hektare plus cadangan 5 ribu hektare lahan sebagai ladang pertanian. Ribuan hektare tersebut dijaga benar agar tidak beralih fungsi sebagai ladang perkebunan. ”Ini bagian agar kita tidak mengalami krisis pangan,’’ ujarnya.
Pihaknya berharap mendapat dukungan pemerintah. ”Dana APBD kami terbatas untuk membantu semua petani. Kami butuh bantuan, seperti hand tractor dan ekskavator,” sambungnya.
Ekskavator dibutuhkan karena kawasan tersebut rawan terkena air pasang. Untuk tahap awal, pihaknya memberikan satu ekskavator ke satu kecamatan. ”Saat air pasang, ekskavator itu dibutuhkan untuk melancarkan air agar tidak terlalu lama merendam ladang pertanian. Bila terlalu lama, nanti tanaman bisa mati,” terangnya.
Pemanfaatan ekskavator tersebut diatur kepala desa dan lurah. ”Penggunaannya bergantian dan sesuai dengan daerah yang paling mendesak,” ujarnya.
Selain pertanian, bidang perikanan menjadi fokus pemerintahan Zumi. Keputusan memberikan perhatian kepada nelayan juga tidak lepas dari kondisi alam kabupaten yang baru berusia 15 tahun itu.
”Kami memiliki 191 kilometer pantai. Itu adalah pantai terluas di Jambi. Sayangnya, nelayan-nelayan kami belum sepenuhnya sejahtera,” ujar penggemar olahraga lari tersebut.
Untuk nelayan, Zumi memberikan bantuan pompong atau perahu motor. Ada 1.800 pompong yang diberikan kepada mereka. Tetapi, pompong tersebut tidak sekadar diberikan. Ada perjanjian hitam di atas putih antara nelayan dan pemerintah untuk tidak menjual atau memindahtangankan pompong tersebut.
”Kalau melanggar, sanksinya adalah penarikan pompong tersebut,” katanya. (JP/ID)