Salah Seorang Teller Bank Mandiri Melayani Nasabah |
Kepala Kantor Wilayah II Bank Mandiri Kuki Kadarisman di Palembang, Rabu (22/4), mengatakan, perusahaan mengamati sektor pertanian sangat menjanjikan seiring dengan program swasembada beras yang dijalankan pemerintah saat ini.
"Tentunya, Bank Mandiri mengamati sektor-sektor yang menjanjikan. Dan khusus tahun ini, rugi rasanya jika tidak menggarap pertanian atau tepatnya sektor peningkatan produksi beras. Karena pemerintah sedang fokus di sini," kata Kuki, yang dijumpai dalam peluncuran program "zona nontunai" di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII.
Ia mengatakan, perbankan mengamati terdapat peluang yang besar pada sektor ini, karena pemerintah menjalankan berbagai program bantuan serta keberpihakan dalam kebijakan.
Stimulan dari pemerintah ini, menurutnya, akan memacu kalangan pelaku sektor pertanian untuk meningkatkan kinerja seperti berkeinginan kuat menambah modal kerja.
Sehingga, ia melanjutkan, Bank Madiri fokus menyasar pembiayaan bagi petani, pemilik lahan, distributor, hingga pengusaha (jasa transportasi).
"Tren demikian positif karena hingga April sudah terealisasi sekitar Rp1 triliun. Sementara total dana pembiayaan dari berbagai sektor yang akan Bank Mandiri Wilayah II salurkan mencapai Rp5 triliun. Jika melihat realisasi sementara ini, target 30 persen sangat optimitistis bakal tercapai hingga akhir tahun," ujar dia.
Selain membidik sektor pertanian, Bank Mandiri Wilayah II yang kantornya berpusat di Palembang ini, juga membidik sektor kesehatan dan perkapalan.
Alternatif lain ini, untuk menutupi pelemahan realisasi kredit dari sektor perkebunan karet dan sawit, akibat imbas dari krisis ekonomi global di Eropa.
"Sejak lama perbankan bertumpu di sektor karet dan sawit, karena Sumatera Bagian Selatan ini bergantung dengan perkebunan. Namun, sejak terjadi perlemahan akibat menurunnya harga ekspor membuat Bank Mandiri harus mencari alternatif lain," kata dia.
Harga karet mengalami penurunan sejak tahun 2013, sebagai dampak krisis ekonomi global di Eropa yang berimbas kepada negara pengimpor Tiongkok dan India.
Sebelumnya, Sumsel sempat mencatat pertumbuhan ekonomi hingga 6,5 persen pada 2011, lantaran lonjakan harga karet dari kisaran Rp8.000 menjadi Rp20 ribu per kilogram.
Pada saat itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok mencapai 9,2 persen. (ant/tat)