Oleh: Syamsul Bahri
(Ketua Umum Himagro Faperta Unhas 2013-2014, Sekum HMI Kom. Faperta Unhas 2012 - 2013)
Syamsul Bahri - Foto: @AnchuPanrita |
Gerak Mahasiswa merupakan etos gerak yang senantiasa berorientasi pada perubahan, dalam dimensi sosiologis perubahan dipahami merupakan transformasi social adalah perubahan skala besar dengan memengaruhi struktur social masyarakat. Gerak mahasiswa secara history telah berlangsung sejak masa merangkul bangsa hingga mewujudkan rasa kebangsan dengan identitas tertentu, dengan panji-panji agen of change, moral force, dan social control basis gerak bersifat vertical dengan sarana akomodatif untuk aspirasi masyarakat yang bersifat horizontal.
Mahasiswa yang seyogyanya generasi penerus bangsa dan sebagai pelatuk perubahan pada perjuangan bangsa Indonesia menuju bangsa yang besar, dimensi kognitif melekat, bertujuan meramu gagasan-gagasan guna menunjang perubahan bangsa, mendorong serta menciptakan sikap yang bermartabat juga berbudi pekerti mulia bertujuan pembangunan tatanan masyarakat adaptatif.
Pertanian sebagai sector yang memiliki peluang besar membangun bangsa Indonesia kehaluan berdaulat dan merdeka. Tantangan yang tengah hadapi sangat beragam, baik menyangkut aspek kondisi alam, aspek sosial ekonomi, aspek politik, dan aspek pengembangan teknologi yang layak dipergunakan untuk mengelola aset-aset bangsa. Peran dari seluruh stakeholder sangat diharapkan guna akselerasi perubahan bangsa mampu lebih maksimal. Salah satu stakeholder tersebut ialah lembaga pendidikan tingkat tinggi mampu menjadi sandaran dalam menjawab tantangan itu.
Pelemahan secara sistemik yang terjadi pada setiap level kelembagaan mahasiswa baik pada tingkat internal maupun eksternal tidak lepas dari lemahnya pelaku lembaga dalam menurunkan metode baru dengan penekanan tatanan. Ada tiga hal yang perlu dibenahi, yaitu (capacity building) sebagai sebuah proses pembangunan kemampuan secara kapasitas, sistem nilai (Norm) dalam menerapkan norma-norma yang diinterpretasikan secara kontekstual dan organisasi (organization) sebagai sebuah model pelembagaan yang berjalan dalam sebuah sistem yang sistematis. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dibutuhkan sebuah model alternatif adaptasi sistem dan perilaku kelembagaan yang dinamis.
Dalam mengapresiasi visi pengkaderan dibutuhkan sebuah kematangan intelektual, emosional maupun spiritual yang ditopang oleh infrastruktur yang kokoh dan jaringan eksternal baik dari kelompok akademisi maupun praktisi dalam memperkaya khasanah intelektual kader. Pilar perjuangan mahasiswa agronomi yang dimotori oleh semangat idealisme, masih terus mencari bentuk baru dari kebekuan epistemik dengan mengoptimalkan potensi kader dalam ruang yang lebih praktis.
Pencapaian tujuan pengkaderan hanya mampu diukur dengan indikator kualitas dan kuantitas yang memadai. Proses regenerasi yang berjalan sangat masif hanya dapat direvolusi bila kader-kader dihimagro mampu mencapai kualitas wawasan makro yang luas maupun mikro yang mendalam. Pengkaderan sebagai ruh dari sebuah lembaga perlu mendapat fokus yang lebih besar jika lembaga tersebut masih ingin berada di dunia kemahasiswaan yang menemui permasalahan yang semakin kompleks.
Pada ujungnya perjuangan mahasiswa Agronomi mampu membebaskan manusia dari proses dehumanisasi menuju bentuk kesempurnaan melalui pengabdian kepada masyarakat terkhusus kepada masyarakat tani. Marjinalisasi masyarakat tani yang terjadi sejak zaman penjajahan maupun setelah Indonesia merdeka sampai saat ini memerlukan perhatian yang lebih besar. Bentuk dari pengabdian tersebut dapat diwujudkan melalui advokasi masyarakat tani, transformasi pengetahuan, pengaplikasian bidang profesi, dan kontrol terhadap kebijakan pemerintah adalah ahl rill yang mesti diakselerasi secara berkelanjutan sehingga petani dalam tinjauan Amartya Sen sebagai penggerak pembangunan bangsa bukanlah hal yang utopis.
Organisasi-organisasi kemahasiswaan pada level perguruan tinggi selayaknya mampu menjadi aktor utama dalam mendorong perubahan kemasyarakat, pengamalan nilai-nilai luhur serta bertendensi tanggung jawab social berbangsa. Himpunan Mahasiswa Agronomi Universitas Hasanuddin (HIMAGRO Unhas) misalnya, telah mengambil bagian dalam menjembatani kesenjangan sosial yang hadir ditengah masyarakat melalui program tahunannya “Bakti Tani”.
Dalam usaha menopang pembangunan sumber daya manusia sebagai pilar pembangunan nasional, maka Lembaga Kemahasiswaan, khususnya di bidang pertanian harus mampu menciptakan suatu iklim yang kondusif dalam pengoptimalan potensi dan peningkatan kapasistas mahasiswa pertanian sebagai potensi penerus bangsa dan calon-calon pemimpin bangsa untuk masa mendatang. Untuk itu sebagai kader bangsa maka mahasiswa yang nantinya akan dihadapkan pada realitas dan berbagai problematika kebangsaan yang semakin kompleks perlu melakukan pembenahan dan persiapan internal untuk lebih memiliki tingkat ketajaman analisis secara sistematik yang memadai, progresif, visioner, dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi serta kesadaran dan karakteristik kepemimpinan dalam memanfaatkan peluang dan mengelola sumber daya yang tersedia, termasuk tenaga kerja secara efisien. Kekayaan datang dari pengetahuan bagaimana memanfaatkan sumber daya, bukan dari sekedar memilikinya .
@AnchuPanrita