Penyuluh pertanian memeragakan pembuatan pupuk organik [dok: krisdinar] |
Terungkapnya ancaman kehilangan ratusan penyuluh pertanian disampaikan sewaktu anggota Komisi Penyuluh Pertanian Nasional (KPPN), Bustanul Arifin, bertemu Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi, Rabu, 24 Juni 2015. “Saat ini hanya ada 550 tenaga harian lepas yang tidak memiliki kejelasan status kepegawaian,” katanya.
Sekretaris Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BKP3K) NTB Husnanidiaty Nurdin mengatakan bahwa ratusan penyuluh yang akan memasuki usia pensiun adalah hasil pengangkatan PNS pada tahun 1970-an. “Akhir-akhir ini tidak pernah ada pengangkatan penyuluh,” ujarnya.
Untuk menangani ketersediaan penyuluh, apabila kewenangan dikembalikan lagi ke daerah, diyakini para penyuluh tidak akan kehilangan motivasi kerja. Mereka akan tenang bekerja dan peningkatan kualitas produksi akan meningkat.
Lima anggota KPPN berkunjung ke NTB untuk mengkonsultasikan isi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, khususnya bagian sub-urusan pengembangan sumber daya manusia, masyarakat, kelautan, dan perikanan, yang menyatakan bahwa kewenangan penyelenggaraan penyuluhan perikanan nasional sepenuhnya berada pada pemerintah pusat, dengan segala konsekuensi dan implikasinya. Seharusnya wewenang masalah perikanan tidak sepenuhnya dipegang pemerintah pusat.
“KPPN mengharapkan UU Nomor 23 Tahun 2014 mengenai status penyuluh yang ada di daerah dapat ditinjau kembali,” tuturnya.
Zainul Majdi berjanji akan membuat surat terkait dengan substansi dan regulasi yang akan disampaikan kepada presiden. “Khususnya tentang nasib dan kesejahteraan penyuluh terkait dengan UU Nomor 23 Tahun 2014,” ucapnya.