Ilustrasi: Massa Aksi Unjuk Rasa |
Koordinator Asoasiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Hananto Wibisono mengakui bahwa kebijakan pemerintah Prancis sama sekali merugikan petani tembakau dalam negeri yakni menurunnya permintaan terhadap tembakau. Sementara di sisi lain Indonesia merupakan salah satu produsen tembakau terbesar dunia.
“Kebijakan itu sangat melemahkan daya saing petani tembakau. Kami sulit menerima keputusan ini. Karena itu kami memprotes keras langkah pemerintah Prancis karena benar-benar mengancam nasib petani tembakau,”ungkapnya.
Hananto menyebutkan ratusan petani tembakau yang melakukan aksi damai itu me- rupakan gabungan dari APTI, Gerakan Masyarakat Tembakau Indonesia (GEMATI), dan Asosiasi Petani Tembakau Organik Karya Tani Manunggal (APTO KTM).
Dia menjelaskan, selain Prancis, sebelumnya Australia juga telah melakukan kebi- jakan serupa sejak Desembes 2012. Negeri Kangguru tersebut memberlakukan kemasan polos terhadap produk tembakau asal Indonesia. Saat ini Australia tengah menghadapi gugatan pemerintah Indonesia di tingkat arbitrase World Trade Organization (WTO).
Menurut Hananto, semen- jak Australia memberlakukan kebijakan yang dimaksud negara-negara lainnya mengikuti seperti Inggris, Irlandia dan kini Prancis. Dengan demikian apabila tidak diprotes maka negara-negara lain pun mengikuti kebijakan itu dan tentunya sangat merugikan petani tembakau nasional.
Sebagaimana diketahui, kemasan polos rokok adalah salah satu bentuk dari pedoman yang dibuat dalam Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau yang dikenal dengan Framework Convention Tobacco Control (FCTC) yang diusulkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Sarat Diskriminatif
Pemerintah Indonesia juga sebenarnya telah sangat keras melakukan aksi protes terhadap kebijakan ini karena sarat diskriminatif.
Di sisi lain, industri rokok dalam negeri berkontribusi besar terhadap bagi nasib petani. Tercatat, 6,1 juta jiwa menggantungkan hidupnya pada industri rokok secara langsung dan tidak langsung, termasuk 1,8 juta petani tembakau dan Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Industri itu juga menyumbang 1,66 persen total Gross Do- mestic Product (GDP) Indonesia. Nilainya ekspornya pada 2013 mencapai 700 juta dollar AS.
Aksi protes itu sebenarnya tak hanya dilakukan oleh Indonesia. Beberapa negara lain pun ikut menggugat kebijakan tersebut seperti Republik Dominika, Kuba, Ukraina dan Honduras. Tercatat, ada 36 anggota WTO sebagai pihak ketiga yang berkepentingan dengan gugatan tersebut. (sumber: KoranJakarta/ers/E-9)