Abah Anom Memperlihatkan Lada Siap Panen |
"Sebenarnya waktu itu saya diberi Rp 50 ribu sama pak bupati sekarang (dulu masih jadi wakil bupati) karena berhasil menjawab tebak-tebakan," ujar Abah Anom di kediamannya, Minggu (26/4/2015).
Setelah menerima uang tersebut kemudian dirinya berpikir di tengah usianya yang sudah lanjut, percuma jika ia menghabiskan uang Rp 50 ribu itu.
"Dari Rp 50 ribu, Rp 1000 saya beliin benih lada dan benihnya saya tanam di lahan milik perhutani. Awalnya tanam lada ini iseng saja, eh ternyata sekarang lada nya bisa dijual dan harga jualnya mahal," ujar Abah Anom.
Penyebabnya, ia memiliki lahan seluas satu hektare yang ditanami taman lada (pedes) atau bahan dasar merica sejak 2004. Hingga kini, setiap tahun ia selalu memanen lada. Namun baru dalam dua tahun terakhir ia merasakan untung besar dari penjualan lada. Dalam dua tahun terakhir itu, ia pernah memanen 90 kilogram kemudian memanen 100 kilogram.
Panen 90 kilogram ia jual saat komoditas harga lada sebesar Rp 80 ribu/kilogram. Kemudian panen 100 kilogram ia jual saat harga lada sebesar Rp 90 ribu. Dari kedua panen itulah ia sadar bahwa lada memiliki harga yang tinggi. Padahal sejak 2004, ia selalu menggratiskan lada yang ia panen pada sejumlah tetangganya atau menjual murah. Kini, tanaman ladanya sedang siap menuju panen di bulan Juli dan siap dijual ke pasaran di tengah harga lada saat ini sebesar Rp 150 ribu/kilogram.
"Nanti mau panen bulan syawal dan sekarang sudah ada yang nawar Rp 120 ribu/kilogram, tapi saya tahan dulu," kata Anom.
Lada merupakan bumbu dapur yang seringkali digunakan di berbagai masakan dari masakan yang sederhana hingga masakan yang cukup rumit. Tanaman rempah yang satu ini digunakan secara luas oleh banyak orang dan sudah pasti ada banyak permintaan pasar untuk bumbu dapur yang satu ini. Oleh karena itu, budidaya lada menjadi satu hal yang ingin diketahui oleh mereka yang tertarik untuk bisa membudidayakan lada. (men/edt/sj)