Oleh: Syamsul Bahri (Ketua Himagro Faperta Unhas 2011-2012)
Syamsul Bahri - Foto: @AnchuPanrita |
orang yang mengalami kelaparan. Hal ini menjadi salah satu tugas negara untuk mampu mensejahterakan rakyatnya. Dikeluarkannya Peraturan Mentri Pertanian Nomor 273/KPTS/OT.160/4/2007, pada tanggal 13 april 2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani, dalam hal ini petani diatur dan ditata dalam wadah kelompok tani di tiap dusun dan gabungan kelompok tani (Gapoktan) di tingkat desa sehingga memudahkan proses penyuluhan pertanian.
Petani yang mayoritas berpendidikan rendah sukar untuk menerima inovasi di sektor pertanian maka dengan Undang Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Revitalisasi Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan (RPPK) maka pemerintah mewujudkaan revitalisasi pertanian yang luas, sehingga mampu mencerdaskan para petani supaya petani mampu merubah sistem pertanian untuk lebih maju dan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak. Dalam hal ini diperlukan perangkat penyuluh pertanian yang proaktif dengan petani dan penyuluh yang profesional. Pada ke dua kebijakan tersebut permasalahan kelembagaan tetap merupakan bagian yang esensial, baik kelembagaan ditingkat makro, maupun ditingkat mikro. Arah RPPK mewujudkan pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani.
Untuk itu diperlukan dukungan sumber daya manusia berkualitas melalui penyuluhan pertanian dengan pendekatan kelompok yang dapat mendukung sistem agribisnis berbasis pertanian (tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan). Maka dari itu alangkah baiknya jika pembinaan kelompok tani di arahkan pada penerapan sistem agribisnis, peningkatan peranan, peran serta petani dan anggota masyarakat pedesaan lainnya dengan menumbuh kembangkan kerja sama antar petani dan pihak lain yang terkait untuk mengembangkan usaha taninya. Selain itu pembinaan kelompok tani diharapkan dapat membantu dan menggali potensi, memecahkan masalah usaha tani anggotanya secara lebih efektif dan memudahkan dalam mengakses informasi, pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya.
Beberapa permasalahan yang sampai saat ini belum dapat diatasi antara lain lemahnya aksesbilitas petani terhadap kelembagaan layanan usaha misalnya lembaga keuangan, lembaga pemasaran, lembaga sarana produksi pertanian, informasi, rendahnya tingkat pendidikan petani yang kurang mampu menerima inovasi baik berupa cara tanam, pupuk, jenis bibit padi unggul serta lemahnya daya saing petani dalam pemasaran produksi menjadi salah satu kendala yang cukup berpengaruh terhadap kelangsungan hidup petani. Sehingga dibentuklah suatu organisasi masyarakat tingkat desa dengan harapan mampu membantu para petani yakni Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Gapoktan atau gabungan kelompok tani adalah oraganisasi yang memperkuat kelembagaan petani yang ada, sehingga pembinaan pemerintah terhadap petani akan terfokus dengan sasaran yang jelas (Litbang, 2007: 68).
Disini terlihat bahwa pembentukan kelompok tani dan gapoktan kepada kepentingan atas yaitu sebagai kendaraan untuk menyalurkan dan menjalankan berbagai kebijakan dari luar desa. Saat ini gapoktan diberi pemaknaan baru, termasuk bentuk dan peran yang baru. Gapoktan menjadi lembaga gerbang (gateway institutions) yang menjadi penghubung petani satu desa dengan lembaga–lembaga diluarnya. Gapoktan diharapkan berperan untuk fungsi–fungsi pemenuhan permodalan pertanian, pemenuhan sarana produksi, pemasaran produk pertanian (termasuk menyediakan berbagai info yang dibuat petani).
Point utama yang ingin disampaikan adalah perlu dihindari pengembangan kelembagaan dengan konsep cetak biru (blue print appoarch) yang seragam karena telah memperlihatkan kegagalan. Peran utama Gapoktan adalah Pertama, Gapoktan difungsikan sebagai lembaga sentral dalam sistem yang terbangun misal terlibat dalam penyalur benih bersubsidi yaitu bertugas merekap daftar permintaan benih dan nama anggota. Kedua, Gapoktan dibebankan untuk peningkatan kebutuhan pangan tingkat lokal. Ketiga, mulai tahun 2007, Gapoktan dianggap sebagai lembaga usaha ekonomi pedesaan (LUEP) sehingga dapat menerima dana penguat modal yaitu dana pinjaman yang dapat digunakan untuk membeli gabah petani pada saat panen raya sehingga harga gabah tidak terlalu jatuh.
Namun realitas yang terjadi banyak petani yang susah bergabung atau terlibat dalam kelompok tani di desa, karena pada kenyataannya, masyarakat petani khususnya petani kecil merasa di manfaatkan saja oleh petani-petani besar ataupun para pengurus kelompok tani. Permasalahan yang sering muncul adalah ketika bantuan dari pemerintah tiba, sering terjadi pungutan liar dengan alasan berbagai macam. Di sisi lain, para pengurus kelompok tani sering mengeluh karena anggotanya jarang atau bahkan tidak pernah hadir dalam setiap perkumpulan kelompok, namun pada saat pembagiaan bantuan, para anggota baru mau menghadiri perkumpulan.
Di lain pihak banyak anggota yang mengeluh karna merasa tidak pernah di undang jika ada pertemuan pada saat pembagian bantuan pemerintah, namun jika ada pertemuan yang bersifat komersil seperti promosi dari pihak ke 3 seperti produsen pestisida, para pengurus sering bersemangat mengajak anggotanya untuk berkumpul dalam pertemuan kelompok. maka terjadilah saling kecurigaan bahwa beberapa anggota mendapatkan free dari produsen tersebut. Sungguh berat dan sangatlah kompleks permasalahan kelompok tani ini jika semua pihak yang terkait tidak sama2 sadar akan segala kepentingan kelompok tani sebab semakin derasnya arus globalisasi dan kompleksitas zaman mengupas habis kearifan lokal petani, semangat pemuda/sarjanawan/i terdegradasi oleh kerasnya hantaman hasutan demokrasi kapitalis yg menembus dinding-dinding nurani, mari bangkitkan semangat membangun pertanian dari desa, melakukan revolusi senyap ditengah-tengah kompleksitas zaman,berbaur dan melebur menopang cita-cita bangsa mari berhenti menikmati buaian halus sang borjuis yg terus menerus mengeksploitasi kenikmatan tubuh negeri ini olehnya itu di butuhkan jiwa besar dan kelapangan dada serta kesadaran bersama tanpa rasa pamrih untuk dapat mengembalikan citra sebuah kelompok tani menuju terciptanya harapan kita bersama yaitu sebuah wadah petani yang independent, transparan, dan yang mampu memajukan usaha tani seluruh anggotanya menuju petani yang mandiri, maju dan sejahtera demi pembangunan pertanian indonesia.