MediaTani - Peternak ayam di dalam negeri terus mengalami kerugian akibat kelebihan produksi. Kementerian Perdagangan mencatat bahwa produksi daging ayam mencapai 48 juta ton per minggu, sementara konsumsinya hanya 40 juta ton alias kelebihan 8 juta ton per minggu.
Peternakan ayam |
Agar produksi ayam tidak berlebih, pemerintah telah membentuk Tim Terpadu yang terdiri dari semua stakeholder, mulai dari peternak unggas, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Syukur Iwantoro, mengungkapkan bahwa Tim Terpadu saat ini tengah menghitung kebutuhan moyang unggas (grand parent stock/GPS) untuk satu tahun.
Tujuannya ialah membatasi impor GGPS dan GPS dalam setahun sehingga pasokan ayam tidak melebihi kebutuhan. Berdasarkan perkiraan sementara Tim Terpadu, kebutuhan GPS untuk tahun 2015 adalah 600.000 ekor.
Rencananya, impor GPS akan dibatasi sejumlah itu tahun ini. "Hasil perhitungan sementara, untuk impor GPS tahun depan dibutuhkan sekitar 600 ribu ekor," kata Syukur kepada GATRAnews di Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu (7/1).
Sebenarnya, Kemendag telah melakukan memangkas (cutting) hingga 20 persen suplai bibit ayam (day old chicken/DOC) pada April lalu supaya pasokan ayam di pasaran tidak berlebih dan peternak tidak merugi.
Namun, kebijakan tersebut hanya berefek sangat pendek, tidak efektif untuk menciptakan keseimbangan antara pasokan dan permintaan daging ayam. "Dia memberikan dampak tapi sangat pendek. Begitu cutting selesai, kelebihan pasokan lagi, dampaknya tidak berkelanjutan," ujar Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Srie Agustina.
Menurutnya, untuk penataan jangka panjang, perlu diatur juga impor moyang unggas (grand grand parent stock/GGPS dan grand parent stock/GPS) yang merupakan cikal bakal untuk dikembangbiakan menjadi DOC.
Alasannya, impor GPS yang terlalu besar otomatis membuat pasokan DOC berlebih dan merugikan peternak karena harga daging ayam jatuh. "Daging ayam itu penanganannya nggak bisa hanya cutting. Penetasan dari impor GGPS dan GPS kan jalan terus. Satu bibit GPS itu rata-rata bisa menghasilkan 40 ayam," dia menjelaskan.
Kebijakan pemangkasan pasokan DOC sudah tidak lagi dilanjutkan oleh Kemendag setelah bulan April. Kemendag berharap para peternak bisa mengatur pemangkasan secara mandiri. Namun, kini peternak ragu untuk melanjutkan pemangkasan tersebut karena takut dianggap melakukan kartel. "April lalu kita hanya semacam memberikan stimulan, setelah itu mereka lakukan cutting secara mandiri. Tapi setelah itu mereka ragu," tutur Srie.
Agar peternak tidak terus merugi, Kemendag akan mengatur pasokan daging ayam mulai dari hulu, yaitu GGPS dan GPS yang merupakan cikal bakal DOC. "Tidak selesai hanya dengan cutting, harus dilakukan penataan secara menyeluruh dengan aturan yang akan kita perdalam. Memang harus ditata dengan baik di hulu, berapa sebenarnya kebutuhannya, jadi bisa diketahui berapa yang harus kita impor sehingga supply dan demand seimbang," pungkasnya.
Sumber : Gatra